Sunday, June 16, 2019

laporan ektraksi



BAB  I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki peluang yang pontesial dalam pencarian  sumber obat baru dari bahan alam. Negara tropis yang kaya sumber daya hayati ini memilik sekitar 30.000 spesies tumbuhan dan kurang lebih 7.000 spesies di antaranya yang baru diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat.
Berdasarkan pengalaman empiris tanaman daun jambu biji oleh masyarakat digunakan untuk suplemen diet, diare, antioksidan, antinflamasi dan antihipertensi sebagai zat kimia yang ditambahkan sedikit untuk makanan dan industri kecil, oleh sebab itu digunakan dalam obat tradisional untuk mengatasi berbagai gangguang kesehatan  dan sebagai bahan baku industri.
Dalam proses ektraksi suatu bahan tanaman, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa hasil ektraksi diantaranya : jenis pelarut, konsentrasi pelarut, metode ektraksi dan suhu yang digunakan untuk mengekstraksi. Pada pengujian yang dilakukan menggunakan metanol dengan dua macam metode ektraksi yaitu pengadukan (dingin)  dan reflux (panas). 

1.2  Maksud dan Tujuan Praktikum
 1.2.1 Maksud Percobaan     
   Mengetahui dan memahami cara ekstraksi daun jambu biji (Psidium guajava) dengan penyarian yang sesuai dan dengan pelarut tertentu.
1.2.2  Tujuan Percobaan
Mengekstraksi daun jambu biji (Psidium guajava) secara maserasi untuk mendapatkan ekstrak kental.


 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1.    Klasifikasi  (K.Heyne edisi III : 1987)
Regnum                   : Plantae  
Subregnum             : Tracheobionta
Divisi                         : Spermatophyta
Sub divisi                 : Angiospermae
Kelas                        : Magnoliopsida
Sub Kelas                : Rosidae
Ordo                          : Myrales
Famili                        : mytaceae
Genus                      : Psidium
Spesies                    : Psidium guajava.

2.   Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (Tobo,  2001).
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian, 2000).
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Adrian, 2000).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000).
3.    Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo,  2001) :
a.    Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal.
b.    Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet dengan cara cairam penyari dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke kondensor kemudian terjadi kondensasi dan turun menyari simplisia.
4.    Cara-cara Ekstraksi
1.    Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Adrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Adrian, 2000).
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian, 2000):
1.    Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
2.    Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3.    Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi  dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4.    Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui   serbuk   simplisia dan melarutkan     zat aktifnya.  Keuntungan cara ini :
1.    Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
2.    Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.
3.    Waktu yang diperlukan lebih pendek.

5.    Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.
2.  Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi) (Tobo, 2001).
Alat yang digunakan  untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi(Tobo, 2001).
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama  24 jam (Tobo, 2001).
Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Tobo, 2001) :
a.    Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b.    Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal (Tobo, 2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator bergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo, 2001).
       3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian, 2000).
Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin (Tobo, 2001).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor (Adrian, 2000).
4.    Refluks
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Adrian, 2000).
Keuntungan metode refluks (Adrian, 2000) :
a.    Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat.
b.    Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba (Adrian, 2000).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian, 2000).
5.    Destilasi Uap Air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap (Tobo, 2001).
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem, sehinggga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa ke suatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrodifusi (Tobo, 2001).



B. Prosedur Kerja (Anonim, 2012)                                                                   
1.    Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang     diaduk.    Setelah   3   hari,   disaring  kedalam bejana penampung, kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2.    Perkolasi
Simplisia atau bahan yang dikstraksi secara perkolasi diserbuk dengan derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian dirnaserasi selama 3 jam, kemudian massa dipindahkan ke dalam perkolator dan cairan penyari ditambahkan hingga selapis di atas diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan pengujian.
3.    Refluks
Bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai mendidih cairan penyari akan menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali menyari zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi secara refluks biasanya dilakukan selama 3 - 4 jam.
4.   Soxhlet
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu disebukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sample dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sample dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahi sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.
5.    Destilasi Uap Air
Sampel yang telah diekstraksi direndam di dalam gelas kimia selama 3 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam bejana II, bejana I diisi dengan air dan pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api bunsen pada bejana I dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana II melalui pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil  pada bejana II, minyak menguap yang telah terisi selanjutnya menguap ini mengalami kondensasi menjadi molekul molekul minyak menguap yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan air dipisahkan dan dilakukan pengujian berikutnya.


  
BAB III
PROSEDUR KERJA
III.1. Alat  dan bahan
A.   Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi sampel yaitu batang pengaduk, Gelas kimia dan toples
B.   Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada ektraksi sampel yaitu Aluminium foil, metanol (penyari), kapas, kertas saring, sampel (daun jambu biji) dan tissue.
III.2. Prosedur Kerja dan Pengolahan Sampel
1.    Pengambilan dan Pengolahan Sampel
a)    Sampel dikumpulkan sesuai dengan karakteristik pengambilannya.
b)    Sampel yang telah dikumpulkan dibersihkan kemudian dipotong potong  kecil dan ditimbang sebanyak 360 kg.
c)    Sampel diangin-anginkan beberapa hari hingga diperoleh susut pengeringan 10 % dan siap untuk diekstraksi.
2.    Ekstraksi Sampel
a)    Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang     diaduk.    Setelah    3    hari,   disaring  kedalam bejana penampung, kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
 
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
1.    Gambar Hasil Pengamatan
Serbuk simplisia                               Hasil maserasi(belum diuapkan)

 
 
2.    Hasil pengamatan
NO.
Pengamatan
Sampel
1
Metode ekstraksi
Maserasi
2
Bobot sebelum diekstraksi (g)
360 gr
3
Bobot ekstrak kering (g)
34,5107 gr
4
Persentase ekstrak (%) rendamen
9,58 %
5
Jumlah cairan penyari (ml)
1200  ml
6
Jumlah ekstrak cair (ml)
1000 ml

a.    Perhitungan :
   Bobot  kering    x 100 %
                   Bobot  basah  


  =   34,5107  x  100 %
          360
                                                 
  =  9,58 %
Jadi, Persentase ekstrak (%) rendamen adalah 9,58 %

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam suatu tanaman yang akan diambil atau akan dipisahkan komponen kimianya dari tanaman tersebut maka tahap selanjutnya adalah ekstraksi yang merupakan suatu cara pemisahan  (isolasi) zat aktif dari suatu simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai dan metode tertentu. Tujuan ekstraksi yaitu untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.
Prosesnya adalah sebagai berikut : pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terelarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel. Maka larutan terpekatakan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan diluar sel.
Dimana ekstraksi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya maserasi, perkolasi, dan infudasi. Dan untuk percobaan kali ini digunakan sampel (simplisia) Psidium guajava.

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid.
Keuntungan cara ini adalah pengerjaan yang dilakukan sederhana begitu juga alat alat yang digunakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurnya artinya tidak semua sari yang terekstraksi. Cairan penyari yang dipakai biasanya berupa air, etanol, atau pelarut lain. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel
Modifikasi dari maserasi adalah  
a)     Digesti yaitu cara maseras dengan menggunakan pemanasan lemah yaitu pada suhu 40-50o . cara ini dilakukan untuk simplisia yang tahan terhadap pemanasan.
b)     Maserasi dengan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk mengurangi waktu penyarian sehingga dapat dipersingkat menjadi 4 sampai 24 jam.
c)     Remasi yaitu cairan penyari dibagi menjadi 2, seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan penyari pertama lalu dituang dan diperas kemudian ampasnya disari lagi dengan menggunakan penyari yang kedua.
d)     Maserasi melingkar yaitu penyari selalu mengalir kembali serta berkesinabungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
e)     Maserasi melingkar bertingkat, pada maserasi ini penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna karena pemindahan massa akan berhenti bila kesinambungan telah terjadi sehingga dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat.
Dalam percobaan dilakukan perajangan, pengeringan, penyaringan serta penambahan pelarut yang xsesuai dengan sampel. Cairan penyari yang digunakan yaitu metanol yang memiliki bau khas untuk menarik komponen dari sampek yang telah diserbuk namun sebelumnya sampel telah ditimbang dan cairan penyari (metanol) juga diukur, sesuai dengan yang telah dilakukan jumlah cairan penyari  yang digunakan adalah 1200 ml, adapun bobot sebelum diektraksi 360 gram dan bobot ektrak kering 74,5107 gram dengan kadar air yang hilang yaitu 9,58 %. Sedangkan jumlah ekstrak cair 1000 ml dengan  cairan penyari yaitu 1200 ml. Digunakan metanol karena efektif dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan yang lain. Sebenarnya metanol ini bersifat toksik tapi karena tanaman tersebut dalam hal ini ketepeng cina tidak diketahui kandungan senyawanya maka digunakan metanol karena bersifat semi polar karena zat aktif yang akan diambil komponen kimianya belum diketahui sifat kepolarannya apakah polar ataukah non polar maka dengan itu digunakan metanol. Efektif dalam hal ini bahwa ekstrak metanol mampu menarik komponen kimia pada zat aktif melalui prinsip ekstraksi yaitu difusi-osmosis atau osmosis-difusi. Dimana cairan penyari masukkan dalam zat aktif pada suatu wadah yang diberikan tekanan dalam hal ini pengadukan maka cairan penyari kan berosmosis masuk kedalam sel pada zat aktif sehingga terjadi perbedaan konsentrasi didalam sel dan diluar sel, sehingga konsentrasi didalam sel lebih tinggi sehingga komponen kimianya terdesak keluar maka cairan penyari yang bersatu dengan zat aktif akan keluar sehingga disini terjadi proses difusi.
Dasar-dasar dan syarat-syarat pemilihan cairan penyari yaitu ada beberapa factor yang harus diperhatikan yaitu jenis senyawa yang akan ditarik atau kandungan kimia pada zat aktif dan cairan penyari yang digunakan (pelarut yang digunakan) dalam hal ini tingkat kepolarannya. Tidak toksik, murah, mudah terbakar, ramah lingkungan mudah didapat


BAB VI
PENUTUP
VI.1  Kesimpulan
Serbuk sebelum diekstraksi daun jambu biji adalah 360 gram dan serbuk kering 74,5107 gram dengan persentase ekstrak (%) rendamen adalah 9,58 % dan cairan penyari (%) adalah 1200 ml.

VI.2 Saran
Sebaiknya asisten bagi laki-laki kalau sudah masuk ba’dah ashar sebaiknya pergi ke masjid untuk shalat berjamaah karena laki-laki itu shalatnya di masjid bukan di lab.

    
                                                          DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. “Penunutun dan Buku Kerja Praktikum Fitokmia I”.Laboratorium Bahan Alam Fakultas Farmasi.Makassar

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat”. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.

K.Heyne.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Edisi III. Yayasan sarana Warna Jaya. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Tobo, Fachruddin, (2001), "Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I", Laboratorium  Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.



No comments:

Post a Comment

Related Post

laporan KLT

BAB I PENDAHULUAN I.1    Latar Belakang Dalam bidang penelitian obat tradisional bertujuan agar mengenal dan mengidentifikasi s...