BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia memiliki peluang yang pontesial dalam pencarian
sumber obat baru
dari bahan alam. Negara tropis yang kaya sumber daya hayati ini memilik sekitar
30.000 spesies tumbuhan dan kurang lebih 7.000 spesies di antaranya yang baru
diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat.
Berdasarkan pengalaman empiris tanaman daun jambu biji
oleh masyarakat digunakan untuk suplemen diet, diare, antioksidan, antinflamasi
dan antihipertensi sebagai zat kimia yang ditambahkan sedikit untuk makanan dan
industri kecil, oleh sebab itu digunakan dalam obat tradisional untuk mengatasi
berbagai gangguang kesehatan dan sebagai
bahan baku industri.
Dalam proses ektraksi suatu bahan tanaman, banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa hasil ektraksi diantaranya : jenis
pelarut, konsentrasi pelarut, metode ektraksi dan suhu yang digunakan untuk
mengekstraksi. Pada pengujian yang dilakukan menggunakan metanol dengan dua
macam metode ektraksi yaitu pengadukan (dingin)
dan reflux (panas).
1.2
Maksud dan Tujuan
Praktikum
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui
dan memahami cara ekstraksi
daun jambu biji (Psidium guajava) dengan penyarian yang sesuai dan
dengan pelarut tertentu.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Mengekstraksi
daun jambu biji (Psidium guajava) secara maserasi untuk
mendapatkan ekstrak kental.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Metode Ekstraksi
Bahan Alam
1. Klasifikasi (K.Heyne edisi III :
1987)
Regnum : Plantae
Subregnum : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrales
Famili : mytaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava.
2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari
ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat larut dalam bahan
yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (Tobo, 2001).
Ekstraksi
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke dalam
pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian,
2000).
Tujuan Ekstraksi
yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat,
hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang
terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Adrian, 2000).
Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat
akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel
(Adrian, 2000).
3. Jenis-jenis
Ekstraksi
Jenis
ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) :
a.
Secara
panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung dipanaskan
dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang mempunyai bentuk dan
dinding sel yang tebal.
b.
Secara
dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk maserasi
dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet dengan cara cairam
penyari dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke kondensor kemudian terjadi
kondensasi dan turun menyari simplisia.
4. Cara-cara
Ekstraksi
1. Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana,
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan
simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10
bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3
hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan
ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi
hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada
tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Adrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Adrian,
2000).
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian,
2000):
1.
Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada
suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan
diperoleh keuntungan antara lain kekentalan pelarut berkurang, yang dapat
mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya melarutkan cairan
penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang
sama dengan pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut
dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan
berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat
bila suhu dinaikkan.
2.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu proses maserasi
dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3.
Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah
dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang
kedua.
4.
Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk
simplisia dan melarutkan
zat aktifnya. Keuntungan cara ini :
1.
Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
2.
Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam,
sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.
3.
Waktu yang diperlukan lebih pendek.
5.
Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah
ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya
gesekan (friksi) (Tobo, 2001).
Alat yang digunakan
untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari
disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari
perkolator disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian
disebut ampas atau sisa perkolasi(Tobo, 2001).
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai
berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang
cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu
dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan
hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu
perkolator ditutup dan dibiarkan selama
24 jam (Tobo,
2001).
Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi
karena (Tobo, 2001) :
a.
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian
larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b.
Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk
saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan
sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses
perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal
(Tobo, 2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk
tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan
perkolator bergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk kina
yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila
diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera
menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair,
jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan
tersebut, pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses
perkolasi (Tobo, 2001).
3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas
bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses
penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang
melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak
memberikan noda lagi
(Adrian, 2000).
Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih
sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan,
tanpa menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan
terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok
(Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk
cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet
digolongkan dalam cara dingin (Tobo, 2001).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu
diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah
dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak
boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan
penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel
dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada
labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk
membasahkan sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi).
Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat.
Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif
sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor (Adrian, 2000).
4. Refluks
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana
cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh
pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan
dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini
berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam
(Adrian, 2000).
Keuntungan metode refluks (Adrian, 2000) :
a.
Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara
langsung diperoleh hasil yang lebih pekat.
b.
Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni,
sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah
simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba (Adrian,
2000).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara
refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan
pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih
2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu alas
bulat dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating mantel lalu
kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif.
Aliran air dan pemanasan (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut
yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam
wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti
semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan pengujian
selanjutnya (Adrian, 2000).
5. Destilasi
Uap Air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk
simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada
tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan
zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan
destilasi uap (Tobo, 2001).
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan
kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan
bagian di dalam suatu sistem, sehinggga produk akan terdestilasi dan terbawa
oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses
penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa ke suatu
media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan
jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah
ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang
bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrodifusi (Tobo, 2001).
B. Prosedur
Kerja (Anonim, 2012)
1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan derajat
halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian
ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk.
Setelah 3 hari,
disaring kedalam bejana
penampung, kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya
dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3
hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2.
Perkolasi
Simplisia atau bahan yang dikstraksi secara perkolasi diserbuk dengan
derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian dirnaserasi selama 3 jam,
kemudian massa dipindahkan ke dalam perkolator dan cairan penyari ditambahkan
hingga selapis di atas diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan
pengujian.
3.
Refluks
Bahan yang akan
diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi
dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai mendidih cairan penyari akan
menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali menyari
zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi secara refluks
biasanya dilakukan selama 3 - 4 jam.
4. Soxhlet
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu disebukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sample dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi
dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang
sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem
dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sample dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditambahkan untuk
membasahi sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi).
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.
5.
Destilasi Uap Air
Sampel yang telah
diekstraksi direndam di dalam gelas kimia selama 3 jam, setelah itu dimasukkan
ke dalam bejana II, bejana I diisi dengan air dan pipa penyambung serta
kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api bunsen pada
bejana I dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang
selanjutnya masuk ke dalam bejana II melalui pipa penghubung untuk menyari
sampel dengan adanya bantuan api kecil
pada bejana II, minyak menguap yang telah terisi selanjutnya menguap ini
mengalami kondensasi menjadi molekul molekul minyak menguap yang menetes ke
dalam corong pisah penampung yang telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan
air dipisahkan dan dilakukan pengujian berikutnya.
BAB III
PROSEDUR KERJA
III.1.
Alat dan bahan
A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam
ekstraksi sampel yaitu batang pengaduk, Gelas kimia dan toples
B. Bahan
Adapun
bahan-bahan yang digunakan pada ektraksi sampel yaitu Aluminium foil, metanol
(penyari), kapas, kertas saring, sampel (daun jambu biji) dan tissue.
III.2.
Prosedur Kerja dan Pengolahan Sampel
1.
Pengambilan dan Pengolahan Sampel
a)
Sampel
dikumpulkan sesuai dengan karakteristik pengambilannya.
b)
Sampel
yang telah dikumpulkan dibersihkan kemudian dipotong potong kecil dan ditimbang sebanyak 360 kg.
c)
Sampel
diangin-anginkan beberapa hari hingga diperoleh susut pengeringan 10 % dan siap
untuk diekstraksi.
2.
Ekstraksi Sampel
a) Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan derajat
halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian
ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk.
Setelah 3 hari,
disaring kedalam bejana
penampung, kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya
dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3
hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN
1.
Gambar Hasil
Pengamatan
Serbuk simplisia Hasil maserasi(belum
diuapkan)
2. Hasil
pengamatan
NO.
|
Pengamatan
|
Sampel
|
1
|
Metode
ekstraksi
|
Maserasi
|
2
|
Bobot
sebelum diekstraksi (g)
|
360 gr
|
3
|
Bobot
ekstrak kering (g)
|
34,5107 gr
|
4
|
Persentase
ekstrak (%) rendamen
|
9,58
%
|
5
|
Jumlah
cairan penyari (ml)
|
1200 ml
|
6
|
Jumlah
ekstrak cair (ml)
|
1000
ml
|
a.
Perhitungan
:
Bobot kering x 100 %
Bobot basah
= 34,5107 x 100 %
360
= 9,58 %
Jadi, Persentase ekstrak
(%) rendamen adalah 9,58
%
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam
suatu tanaman yang akan diambil atau akan dipisahkan komponen kimianya dari
tanaman tersebut maka tahap selanjutnya adalah ekstraksi yang merupakan suatu cara
pemisahan (isolasi) zat aktif dari suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai dan metode tertentu. Tujuan ekstraksi
yaitu untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia dengan menggunakan
pelarut organik tertentu. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen
zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka,
kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.
Prosesnya
adalah sebagai berikut : pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terelarut sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik
di luar sel. Maka larutan terpekatakan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan diluar
sel.
Dimana
ekstraksi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya maserasi,
perkolasi, dan infudasi. Dan untuk percobaan kali ini digunakan sampel
(simplisia) Psidium
guajava.
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada
sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton
untuk melarutkan lemak/lipid.
Keuntungan
cara ini adalah pengerjaan yang dilakukan sederhana begitu juga alat alat yang
digunakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya
kurang sempurnya artinya tidak semua sari yang terekstraksi. Cairan penyari
yang dipakai biasanya berupa air, etanol, atau pelarut lain. Pada penyarian
dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi
larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga terjadi keseimbangan antara
konsentrasi di dalam dan di luar sel
Modifikasi dari maserasi adalah
a)
Digesti yaitu cara maseras dengan menggunakan pemanasan
lemah yaitu pada suhu 40-50o . cara ini dilakukan untuk simplisia
yang tahan terhadap pemanasan.
b)
Maserasi dengan mesin pengaduk yang berputar
terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk mengurangi waktu penyarian sehingga
dapat dipersingkat menjadi 4 sampai 24 jam.
c)
Remasi yaitu cairan penyari dibagi menjadi 2, seluruh
serbuk simplisia di maserasi dengan penyari pertama lalu dituang dan diperas
kemudian ampasnya disari lagi dengan menggunakan penyari yang kedua.
d)
Maserasi melingkar yaitu penyari selalu mengalir kembali
serta berkesinabungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
e)
Maserasi melingkar bertingkat, pada maserasi ini
penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna karena pemindahan massa akan
berhenti bila kesinambungan telah terjadi sehingga dapat diatasi dengan maserasi
melingkar bertingkat.
Dalam
percobaan dilakukan perajangan, pengeringan, penyaringan serta penambahan
pelarut yang xsesuai dengan sampel. Cairan penyari yang digunakan yaitu metanol
yang memiliki bau khas untuk menarik komponen dari sampek yang telah diserbuk
namun sebelumnya sampel telah ditimbang dan cairan penyari (metanol) juga
diukur, sesuai dengan yang telah dilakukan jumlah cairan penyari yang digunakan adalah 1200 ml, adapun
bobot sebelum diektraksi 360 gram dan bobot ektrak kering 74,5107 gram dengan kadar air yang hilang yaitu 9,58 %. Sedangkan
jumlah ekstrak cair 1000 ml dengan cairan
penyari yaitu 1200 ml. Digunakan metanol karena efektif dalam proses ekstraksi
dibandingkan dengan yang lain. Sebenarnya metanol ini bersifat toksik tapi
karena tanaman tersebut dalam hal ini ketepeng cina tidak diketahui kandungan
senyawanya maka digunakan metanol karena bersifat semi polar karena zat aktif
yang akan diambil komponen kimianya belum diketahui sifat kepolarannya apakah
polar ataukah non polar maka dengan itu digunakan metanol. Efektif dalam hal
ini bahwa ekstrak metanol mampu menarik komponen kimia pada zat aktif melalui
prinsip ekstraksi yaitu difusi-osmosis atau osmosis-difusi. Dimana cairan
penyari masukkan dalam zat aktif pada suatu wadah yang diberikan tekanan dalam
hal ini pengadukan maka cairan penyari kan berosmosis masuk kedalam sel pada
zat aktif sehingga terjadi perbedaan konsentrasi didalam sel dan diluar sel, sehingga
konsentrasi didalam sel lebih tinggi sehingga komponen kimianya terdesak keluar
maka cairan penyari yang bersatu dengan zat aktif akan keluar sehingga disini
terjadi proses difusi.
Dasar-dasar
dan syarat-syarat pemilihan cairan penyari yaitu ada beberapa factor yang harus
diperhatikan yaitu jenis senyawa yang akan ditarik atau kandungan kimia pada
zat aktif dan cairan penyari yang digunakan (pelarut yang digunakan) dalam hal
ini tingkat kepolarannya. Tidak toksik, murah, mudah terbakar, ramah lingkungan
mudah didapat
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Serbuk sebelum diekstraksi daun jambu biji adalah 360 gram dan
serbuk kering 74,5107 gram dengan
persentase ekstrak (%) rendamen adalah 9,58 % dan cairan penyari (%) adalah 1200 ml.
VI.2 Saran
Sebaiknya asisten bagi laki-laki kalau sudah masuk ba’dah
ashar sebaiknya pergi ke masjid untuk shalat berjamaah karena laki-laki itu
shalatnya di masjid bukan di lab.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013. “Penunutun
dan Buku Kerja Praktikum Fitokmia I”.Laboratorium Bahan Alam Fakultas
Farmasi.Makassar
Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat”. Pusat
Penelitian. Universitas Negeri Andalas.
K.Heyne.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Edisi III.
Yayasan sarana Warna Jaya. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Tobo, Fachruddin, (2001), "Buku
Pegangan Laboratorium Fitokimia I", Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.
No comments:
Post a Comment